Minggu, 06 Desember 2015

ASAS DAN KODE ETIK BIMBINGAN KONSELING



ASAS DAN KODE ETIK BIMBINGAN KONSELING


A.  Asas Bimbingan dan Konseling (12 Asas BK)
1.      Pengertian Asas Bimbingan dan Konseling
                        Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi), dan hukum dasar. Prinsip berarti asas (kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir, pedoman bertindak), dan  dasar. (http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html)
                        Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling.

2.      Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
                        Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Asas-asas yang dimaksud tersebut antara lain:
1. Asas Kerahasiaan
            Segala sesuatu yang dibicarakan  klien (peserta didik) kepada konselor (guru pembimbing) tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien, sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para calon klien. Mereka takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan bimbingan dan konseling ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
2. Asas Kesukarelaan
            Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara sukarela dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor. Konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.

3. Asas Keterbukaan
            Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi juga diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri, sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan.
            Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya, klien telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya terbuka.
            Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri, sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (konselor) dan keduanya mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan ketersediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu masing-masing pihak bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lain.
4. Asas Kekinian
            Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami dimasa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masalah lampau dan/atau masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah “apa yang perlu dilakukan sekarang”, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.
            Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan batuannya kini, maka konselor harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klien.
5. Asas Kemandirian
            Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
a.       Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b.      Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.
c.       Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d.      Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
e.       Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
            Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling dan hal itu disadari baik oleh konselor maupun klien.
6. Asas Kegiatan
            Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien, sehingga klien mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
            Asas ini merujuk pada pola konseling “multidimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien mengalami proses konseling dan aktif pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling.
            Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/ kegiatan bimbingan. Dalam hal ini konselor perlu mendorong klien untuk aktif dalam setiap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya
7. Asas Kedinamisan
            Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat menonton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaharuan, suatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
            Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang, serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
            Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi, dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya aspek layanan yang satu jangan sampai tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
            Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya layanan bimbingan dan konseling.  
            Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara konselor dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan
            Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/ negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan layanan harus sesuai dengan norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu.
            Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma tertentu), tetapi justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada lebih bersesuaian dengan norma. Lebih jauh, layanan  meningkatkan kemampuan klien memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
            Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu dapat dicapai keberhasilan pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.
            Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik. Keprofesionalan konselor harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan
            Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alihtangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, tetapi individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya mengenai masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung mengacu kepada bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal maupun perdata.
            Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain, dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/ praktik dan lain-lain.
12. Asas Tut Wuri Handayani
            Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian juga segenap layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu.
            Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso”.
            Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap pada konselor saja, tetapi diluar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.
                               Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu dikedepankan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama sekali. (Priyatno, 2004: 114-120).
B.  Peran dan Implementasi Guru dalam Penerapan Asas Bimbingan dan Konseling
1.      Implementasi Asas Bimbingan dan Konseling
1.      Asas Kerahasiaan
Implementasi:
Untuk calon guru seperti kita ini, di dalam kita memberikan bimbingan kepada siswa kita di luar materi pelajaran hendaknya menggunakan asas kerahasiaan sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan yang membuat siswa kita kecewa. Mungkin kadang tidak sepenuhnya apabila keterangan dari siswa bimbingan kita itu tersebar luaskan atau bocor sampai ke siswa lain merupakan kesalahan kita karena apabila siswa bimbingan kita tersebut juga tidak bisa menjaga kerahasiaan dirinya sendiri maka sebenarnya itu tidak lantas menjadi murni kesalahan kita. Oleh karena itu, sebelum kita memberikan bimbingan kita terlebih dahulu bertanya kepada siswa kita apakah dia mampu menjaga rahasianya sendiri dan yang paling penting kita sendiri sebagai seorang guru harus mampu menjaga amanah dari siswa kita.
2.      Asas Kesukarelaan
Implementasi:
Di dalam kita memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa kita, senelumnya kita harus tahu dulu apakah siswa tersebut benar-benar ingin melakukan bimbingan terhadap kita dan atas dasar apa dia memilih kita sebagai pembimbingnya, serta apakah itu karena sukarela atau tidak. Untuk itu kita sebagai guru dalam hal ini sebagai konselor dari siswa kita juga harus mempunyai niat sukarela tanpa mendapatkan imbalan atau balasan apapun dari siswa kita, yang penting kita dapat membantu siswa kita dalam memecahkan masalahnya.
3.      Asas Keterbukaan
Implementasi:
Kita sebagai calon guru nantinya harus mampu meyakinkan siswa (konseli) agar mau terbuka di dalam menyampaikan masalahnya dan yang paling penting siswa tersebut dengan sukarela mau memberikan informasi tersebut secara jujur, jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi dan tanpa ada paksaan dari kita kecuali jika informasi tersebut memang benar-benar belum bisa dia sampaikan karena masih butuh waktu untuk dia manyampaikannnya. Selain itu, kita juga harus harus mampu menjaga kerahasiaan informasi tersebut. 
4.      Asas Kekinian
Implementasi:
Untuk informasi yang sifatnya sudah relatif lampau mungkin kita butuh strategi yang mampu membantu kita dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan hasil yang baik. Namun untuk informasi yang masih dalam kondisi sekarang, kita tidak perlu berpikir keras karena dalam setiap pelayanan yang kita berikan  siswa mengikutinya dengan baik apalagi masalah tersebut masih baru sehingga kita dapat dengan mudah memutar kembali memori dari siswa (konseli) kita.
5.      Asas Kemandirian
Asas kemandirian merupakan asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling.
Implementasi:
Bimbingan yang kita berikan nantinya harus bermanfaat, dapat membuat siswa kita mandiri, mampu memecahkan masalahnya sendiri, dan tidak tergantung pada orang lain. Oleh karena itu, kita harus mampu membeikan pelayanan yang baik untuk mencapai tujuan tersebut sehingga itu dapat menjadi bekal siswa (konseli) kita nantinya.
6.      Asas Kegiatan
Implementasi:
Siswa hendaknya juga ikut membantu guru dalam penanganan masalahnya, selalu ada di saat dia dibutuhkan informasinya dan mau secara rutin melakukan bimbingan sehingga masalah tersebut dapat dengan cepat diatasi. Namun sekali lagi keaktifan siswa ini juga harus didukung dengan keterbukaan dari siswa tersebut. Hendaknya kita sebagai guru mampu memotivasi siswa (konseli) kita agar dia mau memberikan informasinya secara aktif berkelanjutan demi terselesaikannya masalah tersebut.
7.      Asas Kedinamisan
Implementasi:
Sebagai guru kita harus mempunyai wawasan yang luas serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah siswa kita demgan memberikan pelayanan yang sesuai dengan keadaan siswa kita.
8.      Asas Keterpaduan
Implementasi:
Kita sebagai guru nantinya harus memiliki kemampuan berkoordinasi dengan teman sejawat kita dan dengan pihak yang terkait dengan pelayanan yang kita berikan untuk mencapai suatu keterpaduan/ keserasian.
9.      Asas Kenormatifan
Implementasi:
Dalam menyampaikan pelayanan, kita harus mengetahui satandar norma yang berlaku ataupun kebiasaan dari konseli maupun lingkungan agar pelayanan yang kita berikan tidak bertentangan dengan keadaan yang ada.
10.  Asas Keahlian
Implementasi:
Kita nantinya harus berkompeten dalam menangani siswa kita, harus mampu memberikan pelayanan yang baik sehingga keprofesionalisan kita tetap terjaga.
11.  Asas Ahli Tangan
Implementasi:
Kita sebagai guru harus mampu menyelesaikan masalah siswa kita dengan cara kita sendiri dan penuh tanggung jawab agar tidak ada limpah tangan apa pun sehingga kerahasiaan informasi tetap terjaga.
12.  Asas Tut Wuri Handayani
Implementasi:
Setiap guru harus memiliki jiwa berwibawa dan mampu dijadikan contoh yang baik. Setipa perkataan dan perbuatan kita nantinya akan dicontoh oleh siswa kita. Sehingga di dalam menyampaikan pelayanan kita harus berkata dengan baik dan memberikan informasi yang sangat berguna bagi siswa kita dalam setiap tindak tanduknya.

2.      Peran Guru dalam Penerapan Asas Bimbingan dan Konseling.
             Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah:
1.      Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
2.      Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
3.      Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konselor.
4.      Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa yang menuntut konselor memerlukan pelayanan khusus, seperti pengajaran/latihan perbaikan,  dan program pengayaan.
5.      Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6.      Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
7.      Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8.      Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.

Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat di bedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1.      Tugas guru dalam layanan bimbingan dalam kelas
Kejelasan gambaran tugas dapat memotivasi guru untuk berperan secara aktif dalam kegiatan bimbingan dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan itu.
Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan dengan pelajaran itu menjadi terbatas. Oleh karena itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar-mengajar. Seorang guru dapat melakukan bimbingan di dalam kelas dengan hal-hal berikut:
a.       Guru sebagai pembangkit motivasi belajar
               Pembangkitan motivasi belajar oleh guru kelas dapat dilakukan secara khusus menggunakan jam pelajaran atau diselipkan sambil mengajar atau memberikan latihan-latihan. Selain itu guru juga harus melakukan upaya-upaya untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik antara lain:
1.      Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan. Tujuan yang jelas dan manfaat yang betul-betul dirasakan oleh peserta didik akan membangkitkan motivasi belajar.
2.      Memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan oleh siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik minat sisiwa, dan minat tersebut merupakan salah satu bentuk motivasi.
3.      Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan kemampuan peserta didik dan banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba dan berpartisipasi. Banyak berbuat dalam belajar akan lebih membangkitkan semangat dibandingkan hanya dengan mendengarkan. Oleh karena itu, guru perlu menciptakan berbagai kegiatan peserta didik di dalam kelas.
4.      Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk meraih kesuksesan. Kesuksesan yang dicapai oleh peserta didik akan membangkitkan motivasi belajar, dan sebaliknya kegagalan yang terjadi pada peserta didik dapat menghilangkan motivasi.
5.      Memberikan kemudahan dan bantuan kepada peserta didik dalam proses belajar. Tugas guru ialah membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Agar perkembangan peserta didik lancar, guru memberikan kemudahan-kemudahan dalam belajar, dan tidak mempersulit perkembangan belajar yang dialami siswa. Apabila peserta didik mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar, guru memberikan bantuan baik secara langsung maupun dengan memberi petunjuk kepada siapa atau kemana meminta bantuan.
6.      Memberikan pujian, ganjaran, ataupun hadiah untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik.

b.      Guru sebagai tokoh kunci dalam bimbingan
               Guru memiliki hubungan yang erat dengan murid. Karena guru banyak memiliki waktu dan kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya. Kedudukan guru dalam pendidikan yaitu memiliki wewenang sepenuhnya  dalam mempelajari dan memahami siswa-siswanya, bukan saja sebagai individu tetapi juga sebagai anggota kelompok atau kelasnya. Sejak siswa masuk ke sekolah dari pagi hari sampai sekolah usai, guru akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk membantu BK dalam mengumpulkan data yang diperlukan agar dapat memahami siswa dengan baik. 
               Sebagian dari data tersebut didapatkan dari murid sendiri atau dari orang tuanya dengan mengisi formulir-formulir isian atau melalui informasi lisan. Data lainnya diperoleh dari pelaksanaan tes atau melalui observasi terhadap kegiatan-kegiatan siswa, kebiasaan dan tingkah lakunya baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Karena itulah guru memiliki peran penting sebagai anggota utama di antara petugas-petugas bimbingan. Pada umumnya guru tersebut berada pada posisi yang lebih baik untuk mengetahui masalah-masalah, sikap dan kebutuhan siswa sehingga memudahkan guru untuk memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan.  

c.       Mengetahui murid sebagai individu
               Tugas pertama guru dalam bimbingan adalah mengetahui atau lebih mengenal siswanya. Kegiatan bimbingan tidak akan berhasil dengan baik manakala guru kurang memahami siswa. Oleh karena itu diperlukan pemahaman atau pengetahuan terhadap siswa tentang kebiasaannya dalam belajar, dalam bermain, kesehatannya, asal-usulnya, teman-teman karibnya bahkan latar belakang sosial-ekonominya Djumhur (1975: 127-129).
               Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
1.      Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
2.      Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
3.      Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik.
4.      Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
5.      Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya.
6.      Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.
7.      Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
8.      Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu.
9.      Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
10.  Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
11.  Pemahaman siswa secara empatik.
12.  Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
13.  Penampilan diri secara asli (genuine) tidak pura-pura, di depan siswa.
14.  Kekonkretan dalam menyatakan diri.
15.  Penerimaan siswa secara apa adanya.
16.  Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus

2.      Peran Guru Dalam Operasional Bimbingan Di Luar Kelas
a.       Bimbingan bagi peserta didik yang sesuai tingkat kecerdasannya.
               Meskipun perkembangan belajarnya normal, tetapi mereka membutuhkan bimbingan, untuk mempertahankan prestasi yang telah dicapainya, dan meningkatkannya. Bimbingan terhadap mereka dapat di berikan oleh konselor atau guru pembimbing dan juga guru mata pelajaran. Bimbingan dari konselor lebih bersifat umum, dapat dilakukan secara individual ataupun kelompok, informatif atau adjustif. Materi bimbingan dapat diarahkan pada perencanaan dan pengembangan diri, peningkatan hubungan sosial, pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar, displin belajar, memperbaiki cara-cara belajar, mengerjakan tugas, latihan dll.
               Bimbingan yang lebih mengarah pada pemeliharaan dan peningkatan penguasaan materi pelajaran diberikan oleh guru pembimbing dan guru bidang studi. Mereka diharapkan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap perkembangan belajar dari siswa, memperhatikan perbedaan individual siswa, memberikan tugas dan latihan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Guru bidang studi juga diharapkan dapat memberikan layanan remedial terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan dan pengayaan terhadap peserta didik yang cepat.
               Bimbingan terhadap peserta didik berprestasi rendah juga dapat diberikan oleh konselor, guru pembimbing dan guru bidang studi. Peserta didik berprestasi rendah, dapat di pastikan memiliki masalah, ada faktor penyebab yang melatarbelakanginya  mungkin bersumber pada dirinya mungkin juga di luar dirinya. Guru mata pelajaran harus berusaha menemukan penyebab tersebut. Bila penyebabnya sudah ditemukan langkah selanjutnya adalah memberikan layanan remedial atau korektif terhadap kelemahannya dan pengembangan terhadap potensi atau kekuatan yang dimiliknya.
               Layanan dari guru pembimbing dan guru bidang studi lebih difokuskan pada layanan remedial dalam beberapa mata pelajaran   yang kurang. Konselor juga dapat membantu dalam mendiagnosis kelemahan yang diderita para siswa. Berdasarkan hasil diagnosis tersebut guru-guru memberikan layanan remedial. Disamping memberikan layanan remedial guru bidang studi juga hendaknya berusaha untuk menyiapkan dan memberikan pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih membangkitkan motivasi belajar, lebih permisif dan terbuka pada siswa.
b.      Melakukan kunjungan rumah
               Kunjungan rumah merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling. Fungsi utama dari kunjungan rumah adalah membina hubungan baik dan kerjasama antara guru mata pelajaran dan orang tua siswa. Melalui hubungan baik dan kerjasama ini, diharapkan ada saling pengertian, kesamaan persepsi, sikap dan perlakuan terhadap siswa. Dalam kunjungan rumah, guru mata pelajaran dapat memperolah data lebih luas dan mendalam tentang perkembangan siswa, karakteristik, sikap, kebiasaan serta aktivitasnya dalam keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar, serta kondisi kehidupan keluarga siswa. 
c.       Menyelenggarakan kelompok belajar.
Kegiatan ini bermanfaat untuk:
1.      Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana mengemukakan pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
2.      Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar secara kelompok.
3.      Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal pelajaran secara bersama-sama.
4.      Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat yang lebih luas.
5.      Memupuk rasa kegotong royongan.
d.      Pertemuan guru-murid
               Sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, maka guru perlu mengadakan pertemuan dari hati-kehati dengan murid. Pertemuan itu dapat dilaksanakan sebelum sekolah dimulai, pada waktu istirahat, atau setelah sekolah usai.  Dari pertemuan tersebut akan didapatkan data mengenai siswa yang mungkin sedang bermasalah.

C.  Kode Etik Bimbingan dan Koseling
       Kode etik bimbingan dan konseling yaitu:
1.      Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
2.      Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.
3.      Pembimbng/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonominya.
4.      Pembimbng/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
5.      Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
6.      Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konseling.
7.      Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab baik terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani, maupun terhadap profesinya.
8.      Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
9.      Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik  dan prosedur layanan bimbingan guna dapat memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
10.  Seluruh catatan tentang klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing menjaga kerahasiaan ini.
11.  Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
12.  Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang    membutuhkan data tentang sifat dan diri kepribadian seperti taraf inteligensi, minat, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
13.  Data hasil tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh dari sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu.
14.  Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes psikologi dan apa hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
15.  Hasil tes psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan tentang kegiatan-kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh pihak yang diberitahukan itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien