ASAS DAN KODE ETIK BIMBINGAN KONSELING
A.
Asas Bimbingan dan Konseling (12
Asas BK)
1.
Pengertian Asas Bimbingan dan
Konseling
Asas
berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar
cita-cita (perkumpulan atau organisasi), dan hukum dasar. Prinsip berarti asas
(kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir, pedoman bertindak), dan dasar. (http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html)
Asas-asas bimbingan dan
konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling.
2.
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Pelayanan
bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Pekerjaan profesional itu
harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan
efektivitas proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas
bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam
penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara
dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan
yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar
sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan
tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang
terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.
Asas-asas yang dimaksud tersebut antara lain:
1. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien (peserta didik) kepada konselor (guru
pembimbing) tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal
atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain.
Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling.
Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi
bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima
bimbingan klien, sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan
konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang
asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga
akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para calon
klien. Mereka takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan
menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah
pelayanan bimbingan dan konseling ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya
oleh klien itu.
2. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas
dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien maupun dari pihak
konselor. Klien diharapkan secara sukarela dan rela tanpa ragu-ragu ataupun
merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan
segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada
konselor. Konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa,
atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
3. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat
diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun
keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima
saran-saran dari luar, tetapi juga diharapkan masing-masing pihak yang
bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah.
Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin
dan berterus terang tentang dirinya sendiri, sehingga dengan keterbukaan ini
penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan.
Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika
klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya,
klien telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-benar mengharapkan
bantuan dari konselornya. Lebih jauh keterbukaan akan semakin berkembang
apabila klien tahu bahwa konselornya terbuka.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak
klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri, sehingga apa yang ada
pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (konselor) dan keduanya mau
membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak
luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan ketersediaan konselor
menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri
jika hal itu dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu
masing-masing pihak bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lain.
4. Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah
yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah
yang mungkin akan dialami dimasa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu
yang menyangkut masalah lampau dan/atau masalah yang akan datang yang perlu
dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan
tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah
yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat
terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan
yang perlu dijawab adalah “apa yang perlu dilakukan sekarang”, sehingga
kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor
tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien
atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka
konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya
menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus
mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia benar-benar
memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan batuannya kini, maka konselor
harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru
untuk kepentingan klien.
5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan
klien dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung
pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri
dengan ciri-ciri pokok mampu:
a.
Mengenal diri sendiri dan lingkungan
sebagaimana adanya.
b.
Menerima diri sendiri secara positif dan
dinamis.
c.
Mengambil keputusan untuk dan oleh diri
sendiri.
d.
Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan
itu.
e.
Mewujudkan diri secara optimal sesuai
dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah
disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan
sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan
proses konseling dan hal itu disadari baik oleh konselor maupun klien.
6. Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah
yang berarti bila klien melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan
bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan
tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien
sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien, sehingga klien mampu
dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang
menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
Asas
ini merujuk pada pola konseling “multidimensional” yang tidak hanya
mengandalkan transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling
yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien
mengalami proses konseling dan aktif pula melaksanakan atau menerapkan
hasil-hasil konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien
yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan pelayanan/ kegiatan bimbingan. Dalam hal ini konselor perlu
mendorong klien untuk aktif dalam setiap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan
konseling yang diperuntukan baginya
7. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki
terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang
lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang hal yang lama, yang
bersifat menonton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaharuan,
suatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang
dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat
pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi
pelayanan terhadap sasaran pelayanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang, serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan
berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki
berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi, dan
terpadu justru akan menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien,
juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan.
Hendaknya aspek layanan yang satu jangan sampai tidak serasi dengan aspek
layanan yang lain.
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu
memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek
lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani
masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling
menunjang dalam upaya layanan bimbingan dan konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar
berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan
oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan
terpadu. Untuk ini kerja sama antara konselor dan pihak-pihak yang berperan
dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus
dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling
itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat,
norma hukum/ negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas
kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan
bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan layanan harus sesuai dengan norma yang
ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak
menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Bukanlah layanan atau kegiatan
bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan
pelaksanaannya tidak berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu.
Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya
ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma
(misalnya klien mengalami masalah melanggar norma tertentu), tetapi justru
dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma
itu diarahkan kepada lebih bersesuaian dengan norma. Lebih jauh, layanan meningkatkan kemampuan klien memahami,
menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas
keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik, dan
alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para
konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu dapat dicapai
keberhasilan pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah
pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus
dididik untuk pekerjaan itu.
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor
(misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada
pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh
karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek
konseling secara baik. Keprofesionalan konselor harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam
penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas
alihtangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu
individu, tetapi individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana
yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu kepada petugas atau
badan yang lebih ahli. Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa
pelayanan bimbingan dan konseling hanya mengenai masalah-masalah individu
sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan dan setiap masalah ditangani
oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung
mengacu kepada bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada
individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani)
dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal
maupun perdata.
Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua,
guru-guru lain, atau ahli lain, dan demikian pula guru pembimbing dapat
mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/ praktik dan lain-lain.
12. Asas Tut Wuri
Handayani
Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan
konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara
keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan
yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian juga segenap layanan atau
kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan
sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti
itu.
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya
tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien.
Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan
bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun
karso”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling
tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap pada
konselor saja, tetapi diluar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling
pun hendaknya dirasakan adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.
Selain
asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu
diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu
dikedepankan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas
dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu
tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling
akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama sekali. (Priyatno, 2004:
114-120).
B.
Peran dan Implementasi Guru dalam
Penerapan Asas Bimbingan dan Konseling
1. Implementasi
Asas Bimbingan dan Konseling
1. Asas
Kerahasiaan
Implementasi:
Untuk calon guru seperti kita ini, di dalam kita memberikan bimbingan
kepada siswa kita di luar materi pelajaran hendaknya menggunakan asas
kerahasiaan sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan yang membuat siswa kita
kecewa. Mungkin kadang tidak sepenuhnya apabila keterangan dari siswa bimbingan
kita itu tersebar luaskan atau bocor sampai ke siswa lain merupakan kesalahan
kita karena apabila siswa bimbingan kita tersebut juga tidak bisa menjaga
kerahasiaan dirinya sendiri maka sebenarnya itu tidak lantas menjadi murni kesalahan
kita. Oleh karena itu, sebelum kita memberikan bimbingan kita terlebih dahulu
bertanya kepada siswa kita apakah dia mampu menjaga rahasianya sendiri dan yang
paling penting kita sendiri sebagai seorang guru harus mampu menjaga amanah
dari siswa kita.
2. Asas
Kesukarelaan
Implementasi:
Di dalam kita memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa kita, senelumnya
kita harus tahu dulu apakah siswa tersebut benar-benar ingin melakukan
bimbingan terhadap kita dan atas dasar apa dia memilih kita sebagai pembimbingnya,
serta apakah itu karena sukarela atau tidak. Untuk itu kita sebagai guru dalam
hal ini sebagai konselor dari siswa kita juga harus mempunyai niat sukarela
tanpa mendapatkan imbalan atau balasan apapun dari siswa kita, yang penting
kita dapat membantu siswa kita dalam memecahkan masalahnya.
3. Asas
Keterbukaan
Implementasi:
Kita sebagai calon guru nantinya harus mampu meyakinkan siswa (konseli)
agar mau terbuka di dalam menyampaikan masalahnya dan yang paling penting siswa
tersebut dengan sukarela mau memberikan informasi tersebut secara jujur, jelas
tanpa ada yang ditutup-tutupi dan tanpa ada paksaan dari kita kecuali jika
informasi tersebut memang benar-benar belum bisa dia sampaikan karena masih
butuh waktu untuk dia manyampaikannnya. Selain itu, kita juga harus harus mampu
menjaga kerahasiaan informasi tersebut.
4. Asas
Kekinian
Implementasi:
Untuk informasi yang sifatnya sudah relatif lampau mungkin kita butuh
strategi yang mampu membantu kita dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan
hasil yang baik. Namun untuk informasi yang masih dalam kondisi sekarang, kita
tidak perlu berpikir keras karena dalam setiap pelayanan yang kita berikan siswa mengikutinya dengan baik apalagi
masalah tersebut masih baru sehingga kita dapat dengan mudah memutar kembali memori
dari siswa (konseli) kita.
5. Asas
Kemandirian
Asas kemandirian merupakan asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada
tujuan umum bimbingan dan konseling.
Implementasi:
Bimbingan yang kita berikan nantinya harus bermanfaat, dapat membuat siswa
kita mandiri, mampu memecahkan masalahnya sendiri, dan tidak tergantung pada
orang lain. Oleh karena itu, kita harus mampu membeikan pelayanan yang baik
untuk mencapai tujuan tersebut sehingga itu dapat menjadi bekal siswa (konseli)
kita nantinya.
6. Asas
Kegiatan
Implementasi:
Siswa hendaknya juga ikut membantu guru dalam penanganan masalahnya, selalu
ada di saat dia dibutuhkan informasinya dan mau secara rutin melakukan
bimbingan sehingga masalah tersebut dapat dengan cepat diatasi. Namun sekali
lagi keaktifan siswa ini juga harus didukung dengan keterbukaan dari siswa
tersebut. Hendaknya kita sebagai guru mampu memotivasi siswa (konseli) kita
agar dia mau memberikan informasinya secara aktif berkelanjutan demi
terselesaikannya masalah tersebut.
7. Asas
Kedinamisan
Implementasi:
Sebagai guru kita harus mempunyai wawasan yang luas serta kemampuan untuk
menyelesaikan masalah siswa kita demgan memberikan pelayanan yang sesuai dengan
keadaan siswa kita.
8. Asas
Keterpaduan
Implementasi:
Kita sebagai guru nantinya harus memiliki kemampuan berkoordinasi dengan
teman sejawat kita dan dengan pihak yang terkait dengan pelayanan yang kita
berikan untuk mencapai suatu keterpaduan/ keserasian.
9. Asas
Kenormatifan
Implementasi:
Dalam menyampaikan pelayanan, kita harus mengetahui satandar norma yang
berlaku ataupun kebiasaan dari konseli maupun lingkungan agar pelayanan yang
kita berikan tidak bertentangan dengan keadaan yang ada.
10. Asas
Keahlian
Implementasi:
Kita nantinya harus berkompeten dalam menangani siswa kita, harus mampu
memberikan pelayanan yang baik sehingga keprofesionalisan kita tetap terjaga.
11. Asas Ahli
Tangan
Implementasi:
Kita sebagai guru harus mampu menyelesaikan masalah siswa kita dengan cara
kita sendiri dan penuh tanggung jawab agar tidak ada limpah tangan apa pun sehingga
kerahasiaan informasi tetap terjaga.
12. Asas Tut
Wuri Handayani
Implementasi:
Setiap guru harus memiliki jiwa berwibawa dan mampu dijadikan contoh yang
baik. Setipa perkataan dan perbuatan kita nantinya akan dicontoh oleh siswa
kita. Sehingga di dalam menyampaikan pelayanan kita harus berkata dengan baik
dan memberikan informasi yang sangat berguna bagi siswa kita dalam setiap
tindak tanduknya.
2. Peran Guru
dalam Penerapan Asas Bimbingan dan Konseling.
Prayitno (2003) memerinci peran,
tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling
adalah:
1.
Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang
siswa-siswa tersebut.
2.
Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada siswa.
3.
Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada konselor.
4.
Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa
yang menuntut konselor memerlukan pelayanan khusus, seperti pengajaran/latihan
perbaikan, dan program pengayaan.
5.
Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan
guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan
pembimbingan dan konseling.
6.
Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang
memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti/menjalani
layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
7.
Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan
masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8.
Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka
penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat di bedakan
menjadi 2 (dua) yaitu:
1.
Tugas guru dalam layanan
bimbingan dalam kelas
Kejelasan gambaran tugas dapat memotivasi
guru untuk berperan secara aktif dalam kegiatan bimbingan dan mereka merasa
ikut bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan itu.
Perilaku guru dapat mempengaruhi
keberhasilan belajar, misalnya guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan
suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa untuk
mengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan dengan pelajaran itu menjadi
terbatas. Oleh karena itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam
kegiatan belajar-mengajar. Seorang guru dapat melakukan bimbingan di dalam
kelas dengan hal-hal berikut:
a.
Guru sebagai pembangkit
motivasi belajar
Pembangkitan motivasi belajar oleh guru kelas dapat
dilakukan secara khusus menggunakan jam pelajaran atau diselipkan sambil
mengajar atau memberikan latihan-latihan. Selain itu guru juga harus melakukan
upaya-upaya untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik antara lain:
1.
Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang
diberikan. Tujuan yang jelas dan manfaat yang betul-betul dirasakan oleh
peserta didik akan membangkitkan motivasi belajar.
2.
Memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul
dibutuhkan oleh siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik minat sisiwa, dan
minat tersebut merupakan salah satu bentuk motivasi.
3.
Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mencoba dan berpartisipasi. Banyak berbuat dalam belajar akan lebih
membangkitkan semangat dibandingkan hanya dengan mendengarkan. Oleh karena itu,
guru perlu menciptakan berbagai kegiatan peserta didik di dalam kelas.
4.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
meraih kesuksesan. Kesuksesan yang dicapai oleh peserta didik akan
membangkitkan motivasi belajar, dan sebaliknya kegagalan yang terjadi pada
peserta didik dapat menghilangkan motivasi.
5.
Memberikan kemudahan dan bantuan kepada peserta didik
dalam proses belajar. Tugas guru ialah membantu mengoptimalkan perkembangan
siswa. Agar perkembangan peserta didik lancar, guru memberikan
kemudahan-kemudahan dalam belajar, dan tidak mempersulit perkembangan belajar
yang dialami siswa. Apabila peserta didik mengalami kesulitan atau hambatan
dalam belajar, guru memberikan bantuan baik secara langsung maupun dengan
memberi petunjuk kepada siapa atau kemana meminta bantuan.
6.
Memberikan pujian, ganjaran, ataupun hadiah untuk
membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
b.
Guru sebagai tokoh kunci
dalam bimbingan
Guru memiliki hubungan yang erat dengan murid. Karena
guru banyak memiliki waktu dan kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi
tingkah laku dan kegiatannya. Kedudukan guru dalam pendidikan yaitu memiliki
wewenang sepenuhnya dalam mempelajari dan memahami siswa-siswanya, bukan
saja sebagai individu tetapi juga sebagai anggota kelompok atau kelasnya. Sejak
siswa masuk ke sekolah dari pagi hari sampai sekolah usai, guru akan
memanfaatkan setiap kesempatan untuk membantu BK dalam mengumpulkan data yang
diperlukan agar dapat memahami siswa dengan baik.
Sebagian
dari data tersebut didapatkan dari murid sendiri atau dari orang tuanya dengan
mengisi formulir-formulir isian atau melalui informasi lisan. Data lainnya
diperoleh dari pelaksanaan tes atau melalui observasi terhadap
kegiatan-kegiatan siswa, kebiasaan dan tingkah lakunya baik di dalam kelas
maupun diluar kelas. Karena itulah guru memiliki peran penting sebagai anggota
utama di antara petugas-petugas bimbingan. Pada umumnya guru tersebut berada
pada posisi yang lebih baik untuk mengetahui masalah-masalah, sikap dan
kebutuhan siswa sehingga memudahkan guru untuk memberikan bantuan kepada siswa
yang membutuhkan.
c.
Mengetahui murid sebagai
individu
Tugas pertama guru dalam bimbingan adalah mengetahui
atau lebih mengenal siswanya. Kegiatan bimbingan tidak akan berhasil dengan baik
manakala guru kurang memahami siswa. Oleh karena itu diperlukan pemahaman atau
pengetahuan terhadap siswa tentang kebiasaannya dalam belajar, dalam bermain,
kesehatannya, asal-usulnya, teman-teman karibnya bahkan latar belakang
sosial-ekonominya Djumhur (1975: 127-129).
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan
fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
1.
Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya,
kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
2.
Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap
siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang
dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
3.
Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku
sosial yang baik.
4.
Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa
untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
5.
Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan
bakat, kemampuan dan minatnya.
6.
Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah
hati, menyenangkan.
7.
Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan
bahwa sebagai individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta
mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
8.
Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa
dan membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu.
9.
Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada
penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut
pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
10. Sikap yang
positif dan wajar terhadap siswa.
11. Pemahaman
siswa secara empatik.
12. Penghargaan
terhadap martabat siswa sebagai individu.
13. Penampilan
diri secara asli (genuine) tidak pura-pura, di depan siswa.
14. Kekonkretan
dalam menyatakan diri.
15. Penerimaan
siswa secara apa adanya.
16. Penyesuaian
diri terhadap keadaan yang khusus
2.
Peran Guru Dalam Operasional
Bimbingan Di Luar Kelas
a.
Bimbingan bagi peserta didik yang sesuai tingkat
kecerdasannya.
Meskipun
perkembangan belajarnya normal, tetapi mereka membutuhkan bimbingan, untuk
mempertahankan prestasi yang telah dicapainya, dan meningkatkannya. Bimbingan
terhadap mereka dapat di berikan oleh konselor atau guru pembimbing dan juga
guru mata pelajaran. Bimbingan dari konselor lebih bersifat umum, dapat
dilakukan secara individual ataupun kelompok, informatif atau adjustif. Materi
bimbingan dapat diarahkan pada perencanaan dan pengembangan diri, peningkatan
hubungan sosial, pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar, displin
belajar, memperbaiki cara-cara belajar, mengerjakan tugas, latihan dll.
Bimbingan
yang lebih mengarah pada pemeliharaan dan peningkatan penguasaan materi
pelajaran diberikan oleh guru pembimbing dan guru bidang studi. Mereka
diharapkan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap perkembangan belajar
dari siswa, memperhatikan perbedaan individual siswa, memberikan tugas dan
latihan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Guru bidang studi
juga diharapkan dapat memberikan layanan remedial terhadap peserta didik yang
mengalami kesulitan dan pengayaan terhadap peserta didik yang cepat.
Bimbingan
terhadap peserta didik berprestasi rendah juga dapat diberikan oleh konselor,
guru pembimbing dan guru bidang studi. Peserta didik berprestasi rendah, dapat
di pastikan memiliki masalah, ada faktor penyebab yang melatarbelakanginya
mungkin bersumber pada dirinya mungkin juga di luar dirinya. Guru mata
pelajaran harus berusaha menemukan penyebab tersebut. Bila penyebabnya sudah
ditemukan langkah selanjutnya adalah memberikan layanan remedial atau korektif
terhadap kelemahannya dan pengembangan terhadap potensi atau kekuatan yang
dimiliknya.
Layanan
dari guru pembimbing dan guru bidang studi lebih difokuskan pada layanan
remedial dalam beberapa mata pelajaran yang kurang. Konselor juga dapat
membantu dalam mendiagnosis kelemahan yang diderita para siswa. Berdasarkan
hasil diagnosis tersebut guru-guru memberikan layanan remedial. Disamping
memberikan layanan remedial guru bidang studi juga hendaknya berusaha untuk
menyiapkan dan memberikan pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa,
menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih membangkitkan motivasi belajar,
lebih permisif dan terbuka pada siswa.
b.
Melakukan kunjungan rumah
Kunjungan
rumah merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling. Fungsi utama
dari kunjungan rumah adalah membina hubungan baik dan kerjasama antara guru
mata pelajaran dan orang tua siswa. Melalui hubungan baik dan kerjasama ini,
diharapkan ada saling pengertian, kesamaan persepsi, sikap dan perlakuan
terhadap siswa. Dalam kunjungan rumah, guru mata pelajaran dapat memperolah
data lebih luas dan mendalam tentang perkembangan siswa, karakteristik, sikap,
kebiasaan serta aktivitasnya dalam keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar,
serta kondisi kehidupan keluarga siswa.
c.
Menyelenggarakan kelompok belajar.
Kegiatan ini bermanfaat untuk:
1.
Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya,
bagaimana mengemukakan pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
2.
Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran
melalui belajar secara kelompok.
3.
Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal
pelajaran secara bersama-sama.
4.
Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di
dalam masyarakat yang lebih luas.
5.
Memupuk rasa kegotong royongan.
d.
Pertemuan guru-murid
Sewaktu-waktu
apabila dibutuhkan, maka guru perlu mengadakan pertemuan dari hati-kehati
dengan murid. Pertemuan itu dapat dilaksanakan sebelum sekolah dimulai, pada
waktu istirahat, atau setelah sekolah usai. Dari pertemuan tersebut akan
didapatkan data mengenai siswa yang mungkin sedang bermasalah.
C.
Kode Etik Bimbingan dan Koseling
Kode etik bimbingan dan
konseling yaitu:
1.
Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi,
integritas dan keyakinan klien.
2.
Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di
atas kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.
3.
Pembimbng/konselor tidak membedakan klien atas dasar
suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonominya.
4.
Pembimbng/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti
kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka
yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan
diberikan serta merugikan klien.
5.
Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan
sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup
sehat.
6.
Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau
pandangan yang diberikan padanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan
tingkah laku profesional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan
konseling.
7.
Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab baik
terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani, maupun terhadap profesinya.
8.
Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya
setinggi mungkin.
9.
Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang
memadai tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna dapat
memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
10. Seluruh
catatan tentang klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing
menjaga kerahasiaan ini.
11. Sesuatu tes
hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya.
12. Testing
psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain
yang membutuhkan data tentang sifat dan diri kepribadian
seperti taraf inteligensi, minat, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan dalam
diri pribadi seseorang.
13. Data hasil
tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh
dari sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya
itu.
14. Konselor
memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes
psikologi dan apa hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
15. Hasil tes
psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan
tentang kegiatan-kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak
lain, sejauh pihak yang diberitahukan itu ada hubungannya dengan usaha bantuan
pada klien
dan tidak merugikan klien sendiri.
dan tidak merugikan klien sendiri.
SUMBER:
Hikmawati,
Fenti. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.
Prayitno dan Erman Amti.
2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Salahudin,
Anas. 2010. Bimbingan & Konseling.
Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar