Masalah Umum Pada Rumah Tangga
A. Masalah Keluarga dan Anak
Terlantar
1. Masalah Dalam Keluarga
Keluarga dalam pandangan antropologi adalah suatu
kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang
memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh kerja sama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merawat dan
sebagainya. Inti keluarga adalah ayah,ibu dan anak.
Suatu keluarga biasanya berkiblat kepada seorang
pemimpin, yaitu kepada ayah (suami). Jika ada pihak yang berusaha mencampurinya,
tergantung kebijakan dan kekuatan seorang kepala keluarga untuk menentukan
sikap.
Dalam pengasuhan anak keterlibatan kedua orang tua sangat diperlukan. Tidak
hanya dengan ibu, peran ayah juga sangat diperlukan.
Pengasuhan anak tampa keterlibatan ayah sebagai mana anak broken home.
Menurut Firsty Wildaniah dalam artikel yang
berjudul “Mengenali karakter anak yang broken home”, sifat yang sering muncul
pada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bermasalah antara lain:
1.
Mudah emosi
2.
Sensitif
3.
Kurang konsentrasi belajar
4.
Tidak peduli terhadap teman dan
lingkungan
5.
Tidak tahu sopan santun
6.
Tidak tahu etika bermasyarakat
7.
Mudah marah dan tersinggung
8.
Suka mencari perhatian orang lain
9.
Ingin menang sendiri
10.
Susah diatur
11.
Suka melawan orang tua
12.
Tidak mempunyai tujuan hidup
13.
Dan kurang mempunyai daya juang
Seorang ahli syaraf , Dr.Bruce D. Perry, juga
melakukan suatu riset yang mengejutkan. Menurutnya, Manusia yang sering
melakukan kekerasan mempunyai fungsi batang otak dan otak tengah yang dominan.
Sementara fungsi bagian otak limbic (emosi dan cinta) dan korteks (berfikir)
lemah. Sebaliknya manusia bijak adalah manusia yang menggunakan akalnya secara
baik serta menggunakan empati atau rasa cinta tinggi (fungsi otak korteks dan
limbic dominan). Manusia yang sering melakukan kekerasan atau kejam mempunyai
lampisan konteks lebih tipis dibandinkan dengan manusia normal. Begitu pula
dengan batang otak dan batang otak tengahnya lebih tebal.
Generasi muda dan anak-anak sekarang sangat akrap
dengan budaya kekerasan. Tindakan kekerasan tidak hanya terjadi di intitusi
pendidikan (sekolah), masyarakat atau media masa. Tetapi juga terdadat dirumah
atau lingkungan keluarga. Pola kekerasan tidak terjadi secara instan. Ia timbul
dari pola keras yang bisa dipelajari. Menurut penelitian, perkembangan otak
anak yang suka melakukan kekerasan jiga berbeda. Perkembangan keempat bagian
otak sangat dipengaruhi lingkungan pengasuh sejak kecil yaitu dirumah.
Anak-anak yang sering mendapatkan perilaku buruk akan merasa kurang aman.
Secara otomatis, otak akan mengirim sinyal “tanda bahaya” sehingga anak selalu
dalam keadaan “siap tempur”. Jika kondisi ini terjadi terus menerus maka tidak
mustahil anak akan terbiasa merespons suatu stimulus kecil dengan reaksi yang
berlebihan (agresi). Ini merupakan pola perilaku agresi yang dipelajari anak
sejak kecil dan akan menetap dalam kepribadian anak.
2. Menterlantarkan Anak
Orang tua terlalu mengabaikan pemenuhan kasih
sayang anak. Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri. Orang tuapun
melakukan tindakan yang menyenangkan bagi dirinya sendiri. Sehingga tindakan
yang dilakukan orang tua tersebut tampa disadari membuat anak menjadi
terlantar.
a.
Tidak merawat dan mengasuh anak
dengan baik
Menurut Ratna megawangi, setiap anak membutuhkan proses penyatuan sempurna
dengan ibunya, yaitu dengan selalu mendekap, memeluk, merawat dan mengasuh
dengan baik. Namun, orang tua hanya berfikir bagaimana memenuhi kebutuhan fisik
anak, seperti makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Dengan terpenuhnya
kebutuhan fisiknya tersebut, seolah mereka sudah bisa melepas tangan dari
tanggung jawab pendidikan. Padahal, anak tidak hanya memerlukan pemenuhan
kebutuhan materi. Kebutuhan kasih sayang, perhatian, komunikasi yang hangat,
serta bimbingan dari orang tua justru sangat diperlukan.
Namun anak selalu kalah dalam berargumen dengan orang tua. Dibenak mereka
telah tertanam bahwa orang tua bekerja untuk kepentingan keluarga. Hal ini
menimbulkan konflik dalam diri anak. Anak akhirnya memendam kesepian dan segala
permasalahannya sendiri tampa melibatkan orang tua. Rasa ini terakumulasi dari
waktu kewaktu sehingga terjadi jarak antara anak dan orang tua.
b.
Tidak menafkahi anak
Sebagian orang tua, dengan berbagai alasan, menelantarkan anak atau tidak
bertanggung jawab terhadap anak dengan tidak memberi nafkah kepada mereka.
Nafkah anak sebelum ia dapat hidup mandiri adalah tanggung jawab orang tua.
Yang termasuk kebutuhan mendasar anak antara lain pangan, sandang, serta tempat
tinggal. Orang tua diharapkan mampu memenuhi kebutuhan mendasar anak sesuai
denga kemampuannya. Demikian pula dengan masalah pangan dan sandang, tidak
perlu berlebihan, yang penting terpenuhi dan sesuai dengan kemampuan orang tua.
Namun demikian masih banyak orang tua yang mampu, tapi tidak memberikan
nafkah yang mencukupi kebutuhan anaknya. Ada beberapa sebab mengapa orang tua
tidak memberikan nafkah kepada anak-anaknya, antara lain:
1.
Orang tua bercerai dan mereka
telah menikah lagi. Ayah yang telah memiliki keluarga baru merasa tidak
memiliki tanggung jawab terhadap anak kandungnya karena telah diasuh oleh
ibunya yang telah menikah lagi. Tanggung jawab pemberian nafkah langsung
bertumpu pada ayah tiri sianak.
2.
Orang tua yang tidak mau berusaha
menjemput rezekinya. Ada sebagian orang yang berpaham fatalis terhadap dunia.
Mereka yakin kalau Allah akan menjamin rezki tiap hambanya. Keyakinan ini
terlalu berlebihan tanpa diimbangi dengan sunatullah yang harus diselaraskan
juga. Bagi orang tua yang pemalas, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan
keluarganya sehingga apa yang menjadi hak keluarga tidak terpenuhi.
3.
Anak yang hidup terpisah dengan
orang tuanya. Misalnya, tinggal dipesantren, dikost, atau dititipkan kepada
family. Berhubungan orang tua tidak melihat kebutuhan anak tiap harinya
sehingga orang tua hanya memberi uang saku yang sangat terbatas sehingga anak
merasa sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
4.
Orang tua bersikap sangat pelit
sehingga hobinya hanya menimbulkan kekayaan tampa menghiraukan kewajiban utama
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5.
Orang tua yang memikirkan
kesenangan sendiri. Ada orang tua yang masih berfikir seperti anak kecil yang
bersifat egosentris. Mereka telah bersusah payah mencari nafkah sehingga pihak
yang paling berhak menikmati jerih payahnya adalah dirinya sendiri. Baginya, anak
dan istri merupakan beban yang bisa mengurangi penghasilannya.
SUMBER:
Chomaria,
Nurul.2010.Menzalimi Anak Tanpa Sadar (12 Kesalahan yang Sering Terjadi dalam
Mendidik Anak).Solo:Aqwam
Helmawati. 2014. Pendidikan
Keluarga (Teoritis dan Praktis). Bandung: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar