Minggu, 06 Desember 2015

Masalah Umum Pada Rumah Tangga



Masalah Umum Pada Rumah Tangga



A.    Masalah Keluarga dan Anak Terlantar
1.      Masalah Dalam Keluarga
Keluarga dalam pandangan antropologi adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh kerja sama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merawat dan sebagainya. Inti keluarga adalah ayah,ibu dan anak.
Suatu keluarga biasanya berkiblat kepada seorang pemimpin, yaitu kepada ayah (suami). Jika ada pihak yang berusaha mencampurinya, tergantung kebijakan dan kekuatan seorang kepala keluarga untuk menentukan sikap.
            Dalam pengasuhan anak keterlibatan kedua orang tua sangat diperlukan. Tidak hanya dengan ibu, peran ayah juga sangat diperlukan.
Pengasuhan anak tampa keterlibatan ayah sebagai mana anak broken home.
Menurut Firsty Wildaniah dalam artikel yang berjudul “Mengenali karakter anak yang broken home”, sifat yang sering muncul pada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bermasalah antara lain:
1.      Mudah emosi
2.      Sensitif
3.      Kurang konsentrasi belajar
4.      Tidak peduli terhadap teman dan lingkungan
5.      Tidak tahu sopan santun
6.      Tidak tahu etika bermasyarakat
7.      Mudah marah dan tersinggung
8.      Suka mencari perhatian orang lain
9.      Ingin menang sendiri
10.  Susah diatur
11.  Suka melawan orang tua
12.  Tidak mempunyai tujuan hidup
13.  Dan kurang mempunyai daya juang
Seorang ahli syaraf , Dr.Bruce D. Perry, juga melakukan suatu riset yang mengejutkan. Menurutnya, Manusia yang sering melakukan kekerasan mempunyai fungsi batang otak dan otak tengah yang dominan. Sementara fungsi bagian otak limbic (emosi dan cinta) dan korteks (berfikir) lemah. Sebaliknya manusia bijak adalah manusia yang menggunakan akalnya secara baik serta menggunakan empati atau rasa cinta tinggi (fungsi otak korteks dan limbic dominan). Manusia yang sering melakukan kekerasan atau kejam mempunyai lampisan konteks lebih tipis dibandinkan dengan manusia normal. Begitu pula dengan batang otak dan batang otak tengahnya lebih tebal.
Generasi muda dan anak-anak sekarang sangat akrap dengan budaya kekerasan. Tindakan kekerasan tidak hanya terjadi di intitusi pendidikan (sekolah), masyarakat atau media masa. Tetapi juga terdadat dirumah atau lingkungan keluarga. Pola kekerasan tidak terjadi secara instan. Ia timbul dari pola keras yang bisa dipelajari. Menurut penelitian, perkembangan otak anak yang suka melakukan kekerasan jiga berbeda. Perkembangan keempat bagian otak sangat dipengaruhi lingkungan pengasuh sejak kecil yaitu dirumah. Anak-anak yang sering mendapatkan perilaku buruk akan merasa kurang aman. Secara otomatis, otak akan mengirim sinyal “tanda bahaya” sehingga anak selalu dalam keadaan “siap tempur”. Jika kondisi ini terjadi terus menerus maka tidak mustahil anak akan terbiasa merespons suatu stimulus kecil dengan reaksi yang berlebihan (agresi). Ini merupakan pola perilaku agresi yang dipelajari anak sejak kecil dan akan menetap dalam kepribadian anak.

2.      Menterlantarkan Anak
Orang tua terlalu mengabaikan pemenuhan kasih sayang anak. Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri. Orang tuapun melakukan tindakan yang menyenangkan bagi dirinya sendiri. Sehingga tindakan yang dilakukan orang tua tersebut tampa disadari membuat anak menjadi terlantar.
a.       Tidak merawat dan mengasuh anak dengan baik
Menurut Ratna megawangi, setiap anak membutuhkan proses penyatuan sempurna dengan ibunya, yaitu dengan selalu mendekap, memeluk, merawat dan mengasuh dengan baik. Namun, orang tua hanya berfikir bagaimana memenuhi kebutuhan fisik anak, seperti makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Dengan terpenuhnya kebutuhan fisiknya tersebut, seolah mereka sudah bisa melepas tangan dari tanggung jawab pendidikan. Padahal, anak tidak hanya memerlukan pemenuhan kebutuhan materi. Kebutuhan kasih sayang, perhatian, komunikasi yang hangat, serta bimbingan dari orang tua justru sangat diperlukan.
Namun anak selalu kalah dalam berargumen dengan orang tua. Dibenak mereka telah tertanam bahwa orang tua bekerja untuk kepentingan keluarga. Hal ini menimbulkan konflik dalam diri anak. Anak akhirnya memendam kesepian dan segala permasalahannya sendiri tampa melibatkan orang tua. Rasa ini terakumulasi dari waktu kewaktu sehingga terjadi jarak antara anak dan orang tua.

b.      Tidak menafkahi anak
Sebagian orang tua, dengan berbagai alasan, menelantarkan anak atau tidak bertanggung jawab terhadap anak dengan tidak memberi nafkah kepada mereka.
Nafkah anak sebelum ia dapat hidup mandiri adalah tanggung jawab orang tua. Yang termasuk kebutuhan mendasar anak antara lain pangan, sandang, serta tempat tinggal. Orang tua diharapkan mampu memenuhi kebutuhan mendasar anak sesuai denga kemampuannya. Demikian pula dengan masalah pangan dan sandang, tidak perlu berlebihan, yang penting terpenuhi dan sesuai dengan kemampuan orang tua.
Namun demikian masih banyak orang tua yang mampu, tapi tidak memberikan nafkah yang mencukupi kebutuhan anaknya. Ada beberapa sebab mengapa orang tua tidak memberikan nafkah kepada anak-anaknya, antara lain:
1.      Orang tua bercerai dan mereka telah menikah lagi. Ayah yang telah memiliki keluarga baru merasa tidak memiliki tanggung jawab terhadap anak kandungnya karena telah diasuh oleh ibunya yang telah menikah lagi. Tanggung jawab pemberian nafkah langsung bertumpu pada ayah tiri sianak.
2.      Orang tua yang tidak mau berusaha menjemput rezekinya. Ada sebagian orang yang berpaham fatalis terhadap dunia. Mereka yakin kalau Allah akan menjamin rezki tiap hambanya. Keyakinan ini terlalu berlebihan tanpa diimbangi dengan sunatullah yang harus diselaraskan juga. Bagi orang tua yang pemalas, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga apa yang menjadi hak keluarga tidak terpenuhi.
3.      Anak yang hidup terpisah dengan orang tuanya. Misalnya, tinggal dipesantren, dikost, atau dititipkan kepada family. Berhubungan orang tua tidak melihat kebutuhan anak tiap harinya sehingga orang tua hanya memberi uang saku yang sangat terbatas sehingga anak merasa sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
4.      Orang tua bersikap sangat pelit sehingga hobinya hanya menimbulkan kekayaan tampa menghiraukan kewajiban utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5.      Orang tua yang memikirkan kesenangan sendiri. Ada orang tua yang masih berfikir seperti anak kecil yang bersifat egosentris. Mereka telah bersusah payah mencari nafkah sehingga pihak yang paling berhak menikmati jerih payahnya adalah dirinya sendiri. Baginya, anak dan istri merupakan beban yang bisa mengurangi penghasilannya.



 SUMBER:

Chomaria, Nurul.2010.Menzalimi Anak Tanpa Sadar (12 Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Mendidik Anak).Solo:Aqwam

Helmawati. 2014. Pendidikan Keluarga (Teoritis dan Praktis). Bandung: Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar